I WISH I WOULD BE AN INDONESIAN GUY Bag1
Pagi itu sembari menikmati kopi hitamnya Hana membuka media social yang sudah cukup lama tidak dibukanya. Beberapa foto yang jelas sekali dikenalnya terlihat berlalu disana. Deg! Melihat caption yang tertulis pada foto itu serpihan hati kemudian bertanya, ada apa ini? Rasa ini sepertinya pernah kukenal, tapi..ah, entahlah!
Memang sudah cukup lama dia tidak mengabariku. Mungkin dia sudah lupa denganku. Bahkan dia pulang saja tidak bilang padaku.
Hana mengetik pesan yang kemudian dikirimnya melalui WhatsApp.
"Hei, how are you doing?" SEND.
Dia tidak membalas. Ah, mungkin memang dia sudah lupa denganku. Atau mungkin dia marah, karena aku tidak menepati janjiku menyisihkan waktu untuk bertemu dengannya. Hana mondar-mandir sambil mengenggam HP-nya. Berharap pesannya dibalas.
Sejam, dua jam, tiga jam, pesan itu tak juga mendapat balasan. Ya sudahlah! Prakkk!!!
Hana melempar HP Samsung yang baru dibelinya 4 bulan yang lalu itu ke atas tempat tidurnya, yang kemudian jatuh kelantai karena saking kuat ayunan lemparnya. Begitulah Hana, paling tidak bisa mengontrol emosi. Ingin saja rasanya mebanting semua yang ada di dekatnya ketika itu.
Malam menjelma membalutkan keteduhan. Hana berbaring di tempat tidurnya terpaku memandangi layar HP. Sesekali dikerlingnya jam digital di samping tempat tidurnya. Meski sebenarnya di HP-nya pun ada jamnya juga. Perasaannya semrawut. Ia merasa kehilangan.
"Ayuk Han, kita kesana!" Ajak Hana.
Han adalah lelaki ber-ras India yang dikenalnya kurang lebih hampir setahun. Lelaki bernama lengkap Mohammed Farhan Ansari itu menurut saja dengan ajakan Hana. Menyusuri pantai berpasir putih di bawah senja. Mereka menghabiskan hari libur minggu itu bersama. Kebersamaan yang jarang sekali bisa mereka nikmati. Meskipun Han sering mengajak untuk bertemu, namun Hana selalu memberi berbagai alasan untuk menolaknya. Ada seminarlah, undangan ulang tahun teman lah, dan masih banyak alasan yang lain lagi. Padahal dalam hati mau saja. Tapi entahlah. Hana merasa takut. Takut jika perasaannya jatuh. Karena Han adalah tipe lelaki yang sangat baik dan melindungi. Hana merasa nyaman ada di sisi lelaki itu. Dia takut rasa nyaman itu membuatnya terbuai..
Han tersenyum mendengarkan ocehan Hana. Panandangannya tajam, yang terkadang membuat Hana malu sendiri jika menyadari dirinya sedang diperhatikan.
"Aku terlalu cerewet ya, Han?" Tanya Hana kepada Han.
"Tidak apa-apa, aku menyukai kecerewetanmu kok." Jawab Han.
Senyuman Han merekah lebar, sesekali terlihat tangannya melemparkan tangkai kering yang telah dipatahkannya ke dalam air laut. Suasana senyap seketika.
"Kok diam?" Tanya Han kepada Hana.
Hana tidak menghiraukan pertanyaan lelaki India itu. Matanya terpejam. Bibirnya menyunggikan senyuman.
"Hei.." Sapa Han lagi, ketika pertanyaannya tak juga dihiraukan.
"Kamu tau, kenapa aku memilih pantai saat kamu memintaku memutuskan hari ini kita mau kemana?" Tanya Hana masih dengan mata yang terpejam.
"Kenapa?"
"Ombak itu seperti lagu pelipur lara. Menenangkan jika kita benar-benar meresapinya."
Han pun menirukan apa yang dilakukan Hana. Duduk bersila lalu memejamkan mata. Layaknya orang yang sedang melakukan olah raga yoga. Keduanya hanyut ke dalam merdu hempasan ombak. Sepoian angin pantai menambah kenyamanan.
Mereka mampir ke sebuah Restorant untuk makan malam sebelum pulang. Hana merasa kurang nyaman mendengar bunyi kecapan mulut Han ketika makan. Selama hampir setahun, itulah kali pertama mereka makan bersama. Hana menegur halus supaya Han tidak mengeluarkan bunyi kecapan. Memang menyenangkan melihat Han makan. Tanpa rasa jaim semua yang dipesan disikat habis. Hana hanya membatin, mungkin Han lapar. Senyumannya membuat Han berhenti mengunyah. Alisnya dinaikan tanda bertanya. Hana hanya menggeleng.
Seperti biasa Han mengantar Hana pulang sampai ke Halte dekat rumahnya.
"Ee.. Tadi sebenarnya aku ingin sekali bertanya kepadamu, Na!" Ucap Han ketika Hana mulai melangkah meninggalkannya.
Hana yang mendengar ucapan Han pun langsung membalikan lagi badannya. Dahinya mengkerut. Hana mendekati Han yang berdiri dua langkah darinya.
"Tanya apa?" Tanya Hana kepada Han.
"Tidak, bukan apa-apa. Lupakan saja!"
"Hei, come on! Mau nanya apa?"
"Nanti saja bila kita bertemu lagi. Sudah malam." Jawab Han dengan suara agak gemetar.
Allahuakbar Allahuakbar!
Sontak Hana kaget mendengar suara azan dari HP yang digenggamnya. Lamunannya yang terbang jauh mengenang kebersamaan terakhir kalinya dengan Han berapa bulan yang lalu terbuyar. Setelah mendirikan 4 rokaat wajib Hana melirik HP-nya yang terlihat sedikit retak pada screan karena kesalahannya sendiri tidak bisa mengontrol emosi.
Ting tong!
Secepat kilat Hana menyambar HP-nya yang baru saja mengeluarkan bunyi tanda pesan WhatsApp masuk. Pesan dibuka. Air matanya berliang hampir jatuh. Kepalanya tertunduk. Wajahnya diusap lembut. Dalam kesunyian Hana terisak.
Bersambung...
-WinduMadness-
Memang sudah cukup lama dia tidak mengabariku. Mungkin dia sudah lupa denganku. Bahkan dia pulang saja tidak bilang padaku.
Hana mengetik pesan yang kemudian dikirimnya melalui WhatsApp.
"Hei, how are you doing?" SEND.
Dia tidak membalas. Ah, mungkin memang dia sudah lupa denganku. Atau mungkin dia marah, karena aku tidak menepati janjiku menyisihkan waktu untuk bertemu dengannya. Hana mondar-mandir sambil mengenggam HP-nya. Berharap pesannya dibalas.
Sejam, dua jam, tiga jam, pesan itu tak juga mendapat balasan. Ya sudahlah! Prakkk!!!
Hana melempar HP Samsung yang baru dibelinya 4 bulan yang lalu itu ke atas tempat tidurnya, yang kemudian jatuh kelantai karena saking kuat ayunan lemparnya. Begitulah Hana, paling tidak bisa mengontrol emosi. Ingin saja rasanya mebanting semua yang ada di dekatnya ketika itu.
Malam menjelma membalutkan keteduhan. Hana berbaring di tempat tidurnya terpaku memandangi layar HP. Sesekali dikerlingnya jam digital di samping tempat tidurnya. Meski sebenarnya di HP-nya pun ada jamnya juga. Perasaannya semrawut. Ia merasa kehilangan.
"Ayuk Han, kita kesana!" Ajak Hana.
Han adalah lelaki ber-ras India yang dikenalnya kurang lebih hampir setahun. Lelaki bernama lengkap Mohammed Farhan Ansari itu menurut saja dengan ajakan Hana. Menyusuri pantai berpasir putih di bawah senja. Mereka menghabiskan hari libur minggu itu bersama. Kebersamaan yang jarang sekali bisa mereka nikmati. Meskipun Han sering mengajak untuk bertemu, namun Hana selalu memberi berbagai alasan untuk menolaknya. Ada seminarlah, undangan ulang tahun teman lah, dan masih banyak alasan yang lain lagi. Padahal dalam hati mau saja. Tapi entahlah. Hana merasa takut. Takut jika perasaannya jatuh. Karena Han adalah tipe lelaki yang sangat baik dan melindungi. Hana merasa nyaman ada di sisi lelaki itu. Dia takut rasa nyaman itu membuatnya terbuai..
Han tersenyum mendengarkan ocehan Hana. Panandangannya tajam, yang terkadang membuat Hana malu sendiri jika menyadari dirinya sedang diperhatikan.
"Aku terlalu cerewet ya, Han?" Tanya Hana kepada Han.
"Tidak apa-apa, aku menyukai kecerewetanmu kok." Jawab Han.
Senyuman Han merekah lebar, sesekali terlihat tangannya melemparkan tangkai kering yang telah dipatahkannya ke dalam air laut. Suasana senyap seketika.
"Kok diam?" Tanya Han kepada Hana.
Hana tidak menghiraukan pertanyaan lelaki India itu. Matanya terpejam. Bibirnya menyunggikan senyuman.
"Hei.." Sapa Han lagi, ketika pertanyaannya tak juga dihiraukan.
"Kamu tau, kenapa aku memilih pantai saat kamu memintaku memutuskan hari ini kita mau kemana?" Tanya Hana masih dengan mata yang terpejam.
"Kenapa?"
"Ombak itu seperti lagu pelipur lara. Menenangkan jika kita benar-benar meresapinya."
Han pun menirukan apa yang dilakukan Hana. Duduk bersila lalu memejamkan mata. Layaknya orang yang sedang melakukan olah raga yoga. Keduanya hanyut ke dalam merdu hempasan ombak. Sepoian angin pantai menambah kenyamanan.
Mereka mampir ke sebuah Restorant untuk makan malam sebelum pulang. Hana merasa kurang nyaman mendengar bunyi kecapan mulut Han ketika makan. Selama hampir setahun, itulah kali pertama mereka makan bersama. Hana menegur halus supaya Han tidak mengeluarkan bunyi kecapan. Memang menyenangkan melihat Han makan. Tanpa rasa jaim semua yang dipesan disikat habis. Hana hanya membatin, mungkin Han lapar. Senyumannya membuat Han berhenti mengunyah. Alisnya dinaikan tanda bertanya. Hana hanya menggeleng.
Seperti biasa Han mengantar Hana pulang sampai ke Halte dekat rumahnya.
"Ee.. Tadi sebenarnya aku ingin sekali bertanya kepadamu, Na!" Ucap Han ketika Hana mulai melangkah meninggalkannya.
Hana yang mendengar ucapan Han pun langsung membalikan lagi badannya. Dahinya mengkerut. Hana mendekati Han yang berdiri dua langkah darinya.
"Tanya apa?" Tanya Hana kepada Han.
"Tidak, bukan apa-apa. Lupakan saja!"
"Hei, come on! Mau nanya apa?"
"Nanti saja bila kita bertemu lagi. Sudah malam." Jawab Han dengan suara agak gemetar.
Allahuakbar Allahuakbar!
Sontak Hana kaget mendengar suara azan dari HP yang digenggamnya. Lamunannya yang terbang jauh mengenang kebersamaan terakhir kalinya dengan Han berapa bulan yang lalu terbuyar. Setelah mendirikan 4 rokaat wajib Hana melirik HP-nya yang terlihat sedikit retak pada screan karena kesalahannya sendiri tidak bisa mengontrol emosi.
Ting tong!
Secepat kilat Hana menyambar HP-nya yang baru saja mengeluarkan bunyi tanda pesan WhatsApp masuk. Pesan dibuka. Air matanya berliang hampir jatuh. Kepalanya tertunduk. Wajahnya diusap lembut. Dalam kesunyian Hana terisak.
Bersambung...
-WinduMadness-
Comments
Post a Comment