I WISH I WOULD BE AN INDONESIAN GUY Bag2 END
"I am good." Hanya jawaban itu yang dia beri? Mungkin benar dia marah. Hana menyeka aliran bening dari matanya. Ya sudah, Yang penting kamu baik-baik saja. Lirihnya. Kling!
Sejurus saja HP diletakan bunyi pesan masuk kembali terdengar.
"Bagaimana dengan kamu, Na?"
Dan obrolan malam itupun berlanjut hingga Hana mendapat penjelasan bahwa lelaki yang sedang dirinduinya itu ke India bukan untuk pulang melainkan mendapat tugas dari kantornya. Namun tetap saja seharusnya dia bilang. Biasanya juga begitu, bukan? Hana manyun. Meski dia tau Han tidak melihatnya sedang merajuk.
"Aku pikir kamu terlalu sibuk, Na. Makanya aku tidak pernah mengabari. Takut kalau malah mengganggumu."
Hana menyadari diamnya selama ini. Dan tidak pernah menyisihkan waktu untuk bertemu dengan Han seperti yang sudah dijanjikan. Seharusnya kamu tau Han, aku diam karena ingin melihat sejauh mana kamu benar-benar ingin bertemu denganku. Justru aku menunggu pertanyaan, "Kapan kamu mau bertemu denganku?" Begitu! Hana mendengus kesal. Entah apa yang dikesalkan. Mungkin aku terlalu naïf untuk tidak mau mengakui perasaanku yang sesungguhnya. Kling! Hana tersadar dari lamunannya medengar bunyi pesan masuk lagi.
"Aku akan kembali tanggal 24 InsyaAllah. Setelah semua urusanku selesai."
Hana tersenyum membaca pesan yang baru saja masuk. Han akan kembali secepatnya.
Sabtu pagi yang cerah. Angin semilir kasar, Merontokan daun-daun pohon asam didepan rumah. Hana menyapu membersihkan dedaunan yang semakin membuatnya tidak nyaman. Angin itu menyerakan lagi dedaunan yang sudah terkumpul oleh sapu Hana. "Hemm!" Dengus Hana.
"Mending kau bawa saja perasaan yang aneh ini terbang bersamamu, wahai angin!" Serunya.
Entahlah, rindu itu masih enggan pergi. Hana duduk di bangku yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia bersandar dan matapun terpejam.
Han memang suka mendengar celoteh Hana yang menurutnya unik. Kalau soal menasehati Hana memang sudah layaknya seorang Ibu. Berbagai bentuk nasehat Hana berikan kepada Han. Dari supaya bangun pagi, harus olah raga, rajin minum air putih, cukup tidur. Ibu sekaligus dokter bisa dikata. Begitulah Hana. Sosoknya yang unik itu terkadang berubah menjadi aneh. Ya, karena dia bisa menjadi apa saja dalam seketika. Seperti teman, sahabat, atau bahkan lebih. Pribadinya dewasa meski usianya yang terbilang masih muda. Penyayang juga peduli. Itulah yang membuat Han juga merasa nyaman berada di samping gadis yang 7 tahun lebih muda darinya.
"Seperti apa kriteria lelaki idamanmu, Na?" Tanya Han suatu ketika.
"An Indonesia guy, obedient to Allah, and Understanding." Jawab Hana tegas.
Hana melambai-lambaikan tangannya persis di hadapan wajah Han yang tengah melamun entah khayalannya sampai dimana. Han pun jadi salah tingkah ketika tersadar.
"Kamu kenapa?" Tanya Hana.
"Ti tidak .. tidak apa-apa."
Hana mengusap lembut wajahnya. Ah, kanapa sih banyangan dia tidak mau pergi dari otakku? Hana melempar sapu yang digenggamnya. Yang kemudian diambil lagi dan meneruskan menyapu.
Malam minggu Hana mengkonfirmasi ke teman-temannya untuk piknik keesokan harinya. Seperti yang sudah direncanakan beberapa hari yang lalu. Bagaimana kalau aku mengajak Han untuk gabung? Pikirnya. Tanpa menunggu lama jari-jarinya menari di atas screan HP menyusun pesan singkat.
"Besok aku mau piknik. Kamu mau gabung?" SEND!
"Dengan senang hati. Terima kasih karena menawari." Balas Han.
YAY!!! Spontan Hana meloncat tersenyum setengah tertawa kegirangan.
Cuacanya memang sangat mendukung. Sepoi-sepoi angin pantai menghipnotis perasaan yang tiba-tiba menjadi mengantuk. Ah, tapi aku tidak mau menjadi bodoh yang hanya akan menghabiskan hari ini dengan tidur. Hana memang tidak seperti temen-temennya yang akan menggunakan kesempatan piknik di pinggiran pantai dengan berenang dan bermain pasir. Selain tidak bisa berenang, tidak mungkin juga Hana memakai bikini seperti mereka. Hana hanya menjadi penonton. Sesekali memotret moment kebersamaan teman-temannya. Atau object lain yang dilihat disekelilingnya. Tidak lama setelah camera dimatikan. Han datang. Suaranya terdengar serak nyaris hilang ketika memberi salam.
"Kamu sakit?" Tanya Hana.
"Sudah hampir sebulan batuk, ini sih sudah lumayan." Jawab Han tersenyum melihat kekawatiran yang dibacanya dari raut wajah Hana.
Hana menyentuh lembut dahi Han. Wajahnya benar-benar kawatir. Perasaan bersalahpun ada karena telah menawarinya untuk ikut piknik.
"Aku tidak apa-apa. Percayalah!" Ucap Han menyakinkan.
Hana menuang air mineral ke dalam gelas plastik, lalu memberikannya kepada Han. Sembari tersenyum lelaki ber-ras India itu pun menerima dan meminumnya. Hana menawarkan makanan. Namun Han menolak karena sudah makan sebelum jalan dari rumah tadi.
"Kenapa kamu menerima tawaranku untuk ikut piknik? Kan kamu lagi sakit. Seharusnya kamu istirahat saja dirumah." Ucap Hana.
"Bagaimana mungkin aku tidak menerima tawaranmu? Percayalah, sepulang dari sini nanti InsyaAllah aku sembuh." Jawab Han tersenyum kepada gadis unik menurutnya itu.
Han memang lelaki yang sangat meneduhkan. Pembawaannya yang santai tidak mengurai sedikitpun kewibawaannya. Kenapa dia lebih memilih untuk ke sini dari pada beristirahat di rumah? Hana membaca lelah dalam diri lelaki yang dirinduinya itu, walaupun dia mencoba menutupinya dengan tetep tersenyum.
"Aku pikir kamu pulang ke India untuk menikah." Ucap Hana salemba.
Lelaki bersahaja itu hanya tersenyum mendengarnya. Hana membuang pandang. Ketika Han menyadari gadis disebelahnya itu sedang memerhatikannya. Berbagai pertanyaan seputar keluarga, dan pekerjaan dihujankan Han kepada Hana seperti biasa. Suasana sunyi seketika.
"So, when are you going to married?" Tanya Hana.
Han memandang gadis yang memberinya pertanyaan itu tajam. Seperti ingin menegaskan sesuatu. Seperti ada yang ingin tumpah dari pelupuk matanya. Tidak! Aku lelaki. Ini tidak boleh terjadi. Detik hatinya. Dan dia pun tersenyum.
"Apa kamu masih inget ketika aku bertanya kepadamu tentang kriteria lelaki idamanmu, Na?"
Hana mencoba mengingat-ingat. Lelaki idaman? Khayalnya terbang ke masa lampau dimana ketika itu Han mempertanyakan tentang lelaki idaman semasa mereka sedang di atas perahu.
"I wish I would be an Indonesian guy. Then I would proposed you to marry." Ucap Han.
Sontak Hana kaget. Di pandangnya lelaki yang ada di sampingnya itu. Seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun ucapan itu terdengar serius. Jadi diammu selama ini? Apa karena kamu bukan an Indonesian guy seperti kriteria yang kuinginkan ketika itu? Mungkin salahku juga. Seperti sudah tidak ada kekuatan lagi untuk menahan cairan yang ada dipelupuknya. Butiran beningpun mulai berjatuhan.
"Yea, I wish I would be an Indonesia guy." Ucap lelaki itu lagi sembari mengelap cairan yang mulai membasahi pipi gadis yang sangat dicintainya itu.
TAMAT
-WinduMadness-
Sejurus saja HP diletakan bunyi pesan masuk kembali terdengar.
"Bagaimana dengan kamu, Na?"
Dan obrolan malam itupun berlanjut hingga Hana mendapat penjelasan bahwa lelaki yang sedang dirinduinya itu ke India bukan untuk pulang melainkan mendapat tugas dari kantornya. Namun tetap saja seharusnya dia bilang. Biasanya juga begitu, bukan? Hana manyun. Meski dia tau Han tidak melihatnya sedang merajuk.
"Aku pikir kamu terlalu sibuk, Na. Makanya aku tidak pernah mengabari. Takut kalau malah mengganggumu."
Hana menyadari diamnya selama ini. Dan tidak pernah menyisihkan waktu untuk bertemu dengan Han seperti yang sudah dijanjikan. Seharusnya kamu tau Han, aku diam karena ingin melihat sejauh mana kamu benar-benar ingin bertemu denganku. Justru aku menunggu pertanyaan, "Kapan kamu mau bertemu denganku?" Begitu! Hana mendengus kesal. Entah apa yang dikesalkan. Mungkin aku terlalu naïf untuk tidak mau mengakui perasaanku yang sesungguhnya. Kling! Hana tersadar dari lamunannya medengar bunyi pesan masuk lagi.
"Aku akan kembali tanggal 24 InsyaAllah. Setelah semua urusanku selesai."
Hana tersenyum membaca pesan yang baru saja masuk. Han akan kembali secepatnya.
Sabtu pagi yang cerah. Angin semilir kasar, Merontokan daun-daun pohon asam didepan rumah. Hana menyapu membersihkan dedaunan yang semakin membuatnya tidak nyaman. Angin itu menyerakan lagi dedaunan yang sudah terkumpul oleh sapu Hana. "Hemm!" Dengus Hana.
"Mending kau bawa saja perasaan yang aneh ini terbang bersamamu, wahai angin!" Serunya.
Entahlah, rindu itu masih enggan pergi. Hana duduk di bangku yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia bersandar dan matapun terpejam.
Han memang suka mendengar celoteh Hana yang menurutnya unik. Kalau soal menasehati Hana memang sudah layaknya seorang Ibu. Berbagai bentuk nasehat Hana berikan kepada Han. Dari supaya bangun pagi, harus olah raga, rajin minum air putih, cukup tidur. Ibu sekaligus dokter bisa dikata. Begitulah Hana. Sosoknya yang unik itu terkadang berubah menjadi aneh. Ya, karena dia bisa menjadi apa saja dalam seketika. Seperti teman, sahabat, atau bahkan lebih. Pribadinya dewasa meski usianya yang terbilang masih muda. Penyayang juga peduli. Itulah yang membuat Han juga merasa nyaman berada di samping gadis yang 7 tahun lebih muda darinya.
"Seperti apa kriteria lelaki idamanmu, Na?" Tanya Han suatu ketika.
"An Indonesia guy, obedient to Allah, and Understanding." Jawab Hana tegas.
Hana melambai-lambaikan tangannya persis di hadapan wajah Han yang tengah melamun entah khayalannya sampai dimana. Han pun jadi salah tingkah ketika tersadar.
"Kamu kenapa?" Tanya Hana.
"Ti tidak .. tidak apa-apa."
Hana mengusap lembut wajahnya. Ah, kanapa sih banyangan dia tidak mau pergi dari otakku? Hana melempar sapu yang digenggamnya. Yang kemudian diambil lagi dan meneruskan menyapu.
Malam minggu Hana mengkonfirmasi ke teman-temannya untuk piknik keesokan harinya. Seperti yang sudah direncanakan beberapa hari yang lalu. Bagaimana kalau aku mengajak Han untuk gabung? Pikirnya. Tanpa menunggu lama jari-jarinya menari di atas screan HP menyusun pesan singkat.
"Besok aku mau piknik. Kamu mau gabung?" SEND!
"Dengan senang hati. Terima kasih karena menawari." Balas Han.
YAY!!! Spontan Hana meloncat tersenyum setengah tertawa kegirangan.
Cuacanya memang sangat mendukung. Sepoi-sepoi angin pantai menghipnotis perasaan yang tiba-tiba menjadi mengantuk. Ah, tapi aku tidak mau menjadi bodoh yang hanya akan menghabiskan hari ini dengan tidur. Hana memang tidak seperti temen-temennya yang akan menggunakan kesempatan piknik di pinggiran pantai dengan berenang dan bermain pasir. Selain tidak bisa berenang, tidak mungkin juga Hana memakai bikini seperti mereka. Hana hanya menjadi penonton. Sesekali memotret moment kebersamaan teman-temannya. Atau object lain yang dilihat disekelilingnya. Tidak lama setelah camera dimatikan. Han datang. Suaranya terdengar serak nyaris hilang ketika memberi salam.
"Kamu sakit?" Tanya Hana.
"Sudah hampir sebulan batuk, ini sih sudah lumayan." Jawab Han tersenyum melihat kekawatiran yang dibacanya dari raut wajah Hana.
Hana menyentuh lembut dahi Han. Wajahnya benar-benar kawatir. Perasaan bersalahpun ada karena telah menawarinya untuk ikut piknik.
"Aku tidak apa-apa. Percayalah!" Ucap Han menyakinkan.
Hana menuang air mineral ke dalam gelas plastik, lalu memberikannya kepada Han. Sembari tersenyum lelaki ber-ras India itu pun menerima dan meminumnya. Hana menawarkan makanan. Namun Han menolak karena sudah makan sebelum jalan dari rumah tadi.
"Kenapa kamu menerima tawaranku untuk ikut piknik? Kan kamu lagi sakit. Seharusnya kamu istirahat saja dirumah." Ucap Hana.
"Bagaimana mungkin aku tidak menerima tawaranmu? Percayalah, sepulang dari sini nanti InsyaAllah aku sembuh." Jawab Han tersenyum kepada gadis unik menurutnya itu.
Han memang lelaki yang sangat meneduhkan. Pembawaannya yang santai tidak mengurai sedikitpun kewibawaannya. Kenapa dia lebih memilih untuk ke sini dari pada beristirahat di rumah? Hana membaca lelah dalam diri lelaki yang dirinduinya itu, walaupun dia mencoba menutupinya dengan tetep tersenyum.
"Aku pikir kamu pulang ke India untuk menikah." Ucap Hana salemba.
Lelaki bersahaja itu hanya tersenyum mendengarnya. Hana membuang pandang. Ketika Han menyadari gadis disebelahnya itu sedang memerhatikannya. Berbagai pertanyaan seputar keluarga, dan pekerjaan dihujankan Han kepada Hana seperti biasa. Suasana sunyi seketika.
"So, when are you going to married?" Tanya Hana.
Han memandang gadis yang memberinya pertanyaan itu tajam. Seperti ingin menegaskan sesuatu. Seperti ada yang ingin tumpah dari pelupuk matanya. Tidak! Aku lelaki. Ini tidak boleh terjadi. Detik hatinya. Dan dia pun tersenyum.
"Apa kamu masih inget ketika aku bertanya kepadamu tentang kriteria lelaki idamanmu, Na?"
Hana mencoba mengingat-ingat. Lelaki idaman? Khayalnya terbang ke masa lampau dimana ketika itu Han mempertanyakan tentang lelaki idaman semasa mereka sedang di atas perahu.
"I wish I would be an Indonesian guy. Then I would proposed you to marry." Ucap Han.
Sontak Hana kaget. Di pandangnya lelaki yang ada di sampingnya itu. Seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun ucapan itu terdengar serius. Jadi diammu selama ini? Apa karena kamu bukan an Indonesian guy seperti kriteria yang kuinginkan ketika itu? Mungkin salahku juga. Seperti sudah tidak ada kekuatan lagi untuk menahan cairan yang ada dipelupuknya. Butiran beningpun mulai berjatuhan.
"Yea, I wish I would be an Indonesia guy." Ucap lelaki itu lagi sembari mengelap cairan yang mulai membasahi pipi gadis yang sangat dicintainya itu.
TAMAT
-WinduMadness-
Comments
Post a Comment